Pak AR demikian nama panggilan akrab Kiai Haji Abdur Rozak
Fachruddin, adalah pemegang rekor paling lama memimpin Muhammadiyah,
yaitu selama 22 tahun (1968-1990). Pak AR lahir 14 Februari 1916 di
Cilangkap, Purwanggan, Pakualaman, Yogyakarta. Ayahnya, K.H. Fachruddin
adalah seorang Lurah Naib atau Penghulu di Puro Pakualaman yang diangkat
oleh kakek Sri Paduka Paku Alam VIII, berasal dari Bleberan, Brosot,
Galur, Kulonprogo. Sementara ibunya adalah Maimunah binti K.H. Idris,
Pakualaman.
Pada tahun 1923, untuk pertama kalinya A.R. Fachruddin bersekolah formal di Standaard School
Muhammadiyah Bausasran, Yogyakarta. Setelah ayahnya tidak menjadi
Penghulu dan usahanya dagang batik juga jatuh, maka ia pulang ke desanya
di Bleberan, Galur, Kulonprogo. Pada tahun 1925, ia pindah ke sekolah Standaard School (Sekolah Dasar) Muhammadiyah Prenggan, Kotagede, Yogyakarta. Setamat dari Standaard School Kotagede
tahun 1928, ia masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta.
Baru belajar dua tahun di Muallimin, ayahnya memanggilnya untuk pulang
ke Bleberan, dan belajar kepada beberapa kiai di sana, seperti ayahnya
sendiri, K.H. Abdullah Rosad, dan K.H. Abu Amar. Sehabis Mahgrib sampai
pukul 21.00, ia juga belajar di Madrasah Wustha Muhammadiyah Wanapeti,
Sewugalur, Kulonprogo.
Setelah ayahnya meninggal di Bleberan dalam usia 72 tahun (1930),
pada tahun 1932 A.R. Fachruddin masuk belajar di Madrasah Darul Ulum
Muhammadiyah Wanapeti, Sewugalur. Selanjutnya, pada tahun 1935 A.R.
Fachruddin melanjutkan sekolahnya ke Madrasah Tablighschool (Madrasah
Muballighin) Muhammadiyah kelas Tiga.
Pada tahun 1935, A.R. Fachruddin dikirim (dibenum) oleh Hoofdbestuur Muhammadiyah
ke Talangbalai (sekarang Ogan Komering Ilir) dengan tugas mengembangkan
gerakan dakwah Muhammadiyah. Di sana, ia mendirikan Sekolah Wustha
Muallimin Muhammadiyah, setingkat SMP. Pada tahun 1938, ia juga
mengembangkan hal yang sama di Ulak Paceh, Sekayu, Musi Ilir (sekarang
Kabupaten Musi Banyu Asin). Pada tahun 1941, ia pindah ke Sungai
Batang, Sungai Gerong, Palembang sebagai pengajar HIS (Hollandcse Inlanders School) Muhammadiyah, setingkat dengan SD.
Pada tanggal 14 Februari 1942, Jepang menyerbu pabrik minyak Sungai
Gerong. Dengan sendirinya sekolah tempat mengajarnya ditutup. Kemudian
A.R. Fachruddin dipindahkan ke Tebing Grinting, Muara Meranjat,
Palembang sampai tahun 1944. Selama bertugas itu Pak AR mengajar di
sekolah Muhammadiyah serta memimpin dan melatih HW, memberi Pengajian
dan sebagainya
Ketika kembali Yogyakarta, ke desanya Bleberan, Kulon Progo (tahun
1944), A.R. Fachruddin terus aktif berdakwah dalam Muhammadiyah. Ketika
pada tahun 1950 pindah ke Kauman Yogyakarta, A.R. Fachruddin tetap aktif
sambil terus belajar kepada para assabiqunal awwalun Muhammadiyah, seperti
K.H. Syudjak, KHA. Badawi, KRH. Hadjid, K.H. Muchtar, Ki Bagus
Hadikusumo, K.H. Djohar, K.H. Muslim, K.H. Hanad, K.H. Bakir Saleh, K.H
Basyir Mahfudz, Ibu Hj. Badilah Zuber dan sebagainya.
Keterlibatan A.R. Fachruddin di pusat Muhammadiyah mengantarkan
beliau menjadi Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta,
kemudian menjadi Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, selanjutnya
menjadi anggota Dzawil Qurba Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sampai
akhirnya dipercaya memimpin Muhammadiyah selama kira-kira 22 tahun
(1968-1990).
Pak AR menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah sejak tahun 1968 setelah di-fait accomply
untuk menjadi Pejabat Ketua PP Muhammadiyah sehubungan dengan wafatnya
K.H. Faqih Usman. Dalam Sidang Tanwir di Ponorogo (Jawa Timur) pada
tahun 1969, akhirnya Pak AR dikukuhkan menjadi Ketua Pimpinan Pusat
Muhammadiyah sampai Muktamar Muhammadiyah ke-38 di Makassar pada tahun
1971. Sejak saat itu ia terpilih secara berturut-turut dalam empat kali
Muktamar Muhammadiyah berikutnya untuk periode 1971-1974, 1974-1978,
1978-1985 dan terakhir 1985-1990.
Dari riwayat perjalanan dakwahnya, dapat ditarik kesimpulan, Pak AR
meniti karir di Muhammadiyah sejak dari bawah, yaitu menjadi anggota,
menjadi muballigh yang ditugaskan di pelosok Sumatera Selatan dan di
kampungnya sendiri, sampai pada pimpinan puncak yakni dipercaya sebagai
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pak AR menjadi pemimpin setelah
melalui proses yang amat panjang.
Melihat sosok Pak AR, akan didapatkan sebuah cermin, bahwa seorang
pemimpin perlu menghayati bagaimana kehidupan ummat secara riil.
Bagaimana derita dan nestapa ummat di tingkat bawah, bagaimana pahit
getir berdakwah dan menggerakkan organisasi di tingkat Ranting yang jauh
dari kota, yang serba kekurangan prasarana dan sarana. Susah payah,
kesulitan-kesulitan, dan suka duka yang dialami seorang pemimpin yang
bekerja di tingkat Ranting dan Cabang dapat memberi pengalaman yang
berharga dan menjadikan seorang pemimpin menjadi arif dalam mengambil
kebijakan dalam memimpin umat.
Pak AR adalah ulama besar yang berwajah sejuk dan bersahaja.
Kesejukannya sebagai pemimpin ummat Islam bisa dirasakan oleh ummat
beragama lain. Ketika menyambut kunjungan pimpinan Vatikan, Paus Yohanes
Paulus II di Yogyakarta, sebenarnya Pak AR menyampaikan kritikan kepada
umat Katholik, tetapi kritik itu disampaikannya secara halus dan sejuk
berupa sebuah surat terbuka.
Dalam surat itu, Pak AR mengungkapkan bahwa sebagian besar rakyat
Indonesia adalah muslim. Namun, ada hal yang terasa mengganjal bagi umat
Islam Indonesia, bahwa umat Katholik banyak menggunakan kesempatan
untuk mempengaruhi ummat Islam yang masih menderita dan miskin agar mau
masuk ke agama Katolik. Mereka diberi uang, dicukupi kebutuhannya,
dibangunkan rumah-rumah sederhana, dipinjami uang untuk modal dagang,
tetapi dengan ajakan agar menjadi umat kristen. Umat Islam dibujuk dan
dirayu untuk pindah agama. Dalam tulisannya kepada Paus Yohanes Paulus
II itu, Pak AR menyatakan bahwa agama harus disebarluaskan dengan
cara-cara yang perwira dan sportif. Kritik ini diterima dengan lapang
dada oleh ummat lain karena disampaikan dengan lembut dan sejuk dalam
bahasa Jawa halus, serta dijiwai semangat toleransi yang tinggi.
Orang mengatakan bahwa Pak AR adalah penyejuk. Orang selalu
mengatakan bahwa kelebihan Pak AR adalah kesejukan dalam menyampaikan
dakwah. Gaya kepemimpinan Pak AR yang terasa adalah kesejukan.
Semasa hidupnya Pak AR memberi contoh hidup welas asih dalam
ber-Muhammadiyah. Sikap hidup beliau yang teduh, sejuk, ramah, menyapa
siapa saja, sering humor, dan bersahaja, adalah pantulan dari mutiara
terpendam dalam nuraninya. Pak AR adalah penyebar rasa kasih sayang
dalam kehidupan ber-Muhammadiyah, baik dengan sesama Muslim, bahkan juga
non Muslim dalam persaudaraan kemanusiaan yang luhur. Beliau tidak
pernah menyebarkan sikap dan suasana saling membenci, curiga, iri hati,
saling ingin menapikan, apalagi suka menebar aib sesama dalam kehidupan
ber-Muhammadiyah.
Selain dikenal sebagai seorang mubaligh yang sejuk, ia juga
dikenal sebagai penulis yang produktif. Karya tulisnya banyak dibukukan
untuk dijadikan pedoman. Di antara karya-karyanya ialah Naskah
Kesyukuran; Naskah Enthengan, Serat Kawruh Islam Kawedar; Upaya Mewujudkan Muhammadiyah sebagai Gerakan Amal; Pemikiran dan Dakwah Islam; Syahadatain Kawedar; Tanya Jawab Entheng-Enthengan;
Muhammadiyah adalah Organisasi Dakwah Islamiyah; Al-Islam Bagian
Pertama; Menuju Muhammadiyah; Sekaten dan Tuntunan Sholat Basa Jawi;
Kembali kepada Al-Qur‘an dan Hadis; Chutbah Nikah dan Terjemahannya;
Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang Tepat; Soal-Jawab Entheng-enthengan; Sarono Entheng-enthengan Pancasila; Ruh Muhammadiyah; dan lain-lain.
Ulama kharismatik ini tidak bersedia dipilih kembali menjadi Ketua
Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 tahun 1990
di Yogyakarta, walaupun masih banyak Muktamirin yang mengharapkannya.
Ia berharap ada alih generasi yang sehat dalam Muhammadiyah. Setalah
tidak menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah, dan menjabat sebagai
Penasehat PP Muhammadiyah, Pak AR masih aktif melaksanakan kegiatan
tabligh ke berbagai tempat. Hingga akhirnya, penyakit vertigo memaksanya
harus beristirahat, sesekali di rumah sakit. Namun, dalam keadaan
demikian, sepertinya beliau tidak mau berhenti. Pak AR wafat pada 17
Maret 1995 di Rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar