Prof. Dr. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA dikenal pula dengan nama
pendek dan lebih populer, Din Syamsudin. Suami Fira Beranata ini lahir
di Sumbawa Besar, 31 Agustus 1958. Selama mengarungi bahtera rumah
tangganya, Din Syamsuddin dikarunia dua putra dan seorang putri yang
masing-masing memiliki nama indah. Yaitu, Farazahdi Fidiansyah, Mihra
Dildari dan Fiardhi Farzanggi.
Kiprah Din Syamsuddin di Persyarikatan Muhammadiyah dimulai sejak
tampil menjadi Ketua Umum sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ketua
Umum Pemuda Muhammadiyah, dan Wakil Ketua Muhammadiyah. Alur kiprah
kepemimpinannya di Muhammadiyah terbilang unik karena berangkat dari
bekal pendidikan dasar dan menengah di Madrasah Ibtidaiyah Nahdhatul
Ulama dan Madrasah Tsanawiyah Nahdhatul Ulama Sumbawa Besar. Di masa
itu, Din Syamsuddin juga mendapat kesempatan memimpin Ikatan Pelajar
Nahdhatul Ulama, IPNU Cabang Sumbawa (1970 - 1972). Tamat dari Ponpes
Modern Gontor, Din Syamsuddin melanjutkan pendidikan ke jenjang
perguruan tinggi dan berhasil menyelesaikan studi sarjana Ushuluddin
jurusan Perbandingan Agama di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1980).
Seumpama biduk yang terus melenggang di pusaran arus dan riak
gelombang kehidupan, semangat Din Syamsuddin mendalami khazanah ilmu dan
cakrawala Islam tak terjeda aral melintang. Salah satu sumber spiritnya
adalah mertuanya sendiri, Darnelis binti Thaher. Dalam ranah kecil
keluarganya, istri dan putra putrinya mengenal sososk Din Syamsuddin
sebagai ayah dan suami pendidik yang santun nan kaya teladan. Tak heran,
jika seluruh aktivitasnya mendapat dukungan penuh dari keluarganya.
Pada kesempatan terakhir saat melepas jenazah sang mertua, Din
Syamsuddin mengungkapkan bahwa ibu mertuanya selalu mendukung gerak
hidupnya. Bahkan, saat hendak memulai studi di Amerika hingga ketika
akan mencalonkan diri menjadi ketua umum PP Muhammadiyah.
“Sejak awal kami memang sudah berkomitmen untuk menjadi keluarga yang saling mendukung,” ungkapnya tak tahan dibeslah rasa haru.
Ketekunan belajar dalam girah Islam yang pantang surut itu,
berhasil mengantar Din Syamsuddin menempuh pasca sarjana
Interdepartmental Programme in Islamic Studies di University of
California Los Angeles (UCLA) USA hingga meraih gelar MA, dan menyandang
gelar doktor di universitas yang sama pada tahun 1996. Setelah kembali
ke tanah air, Din Syamsuddin sempat bersinggungan dengan dunia politik
praktis dengan mengomandani litbang Golkar. Dan sebagai akademisi,
sehari-harinya Din Syamsuddin malang-melintang menggeluti profesi Dosen
di berbagai Perguruan Tinggi seperti Universitas Muhammadiyah Jakarta
(UMJ), UHAMKA dan Universitas Indonesia (UI). Pada tahun-tahun
berikutnya, berkesempatan pula mendapat berbagai tugas kenegaraan yang
cukup penting, diantaranya sebagai Anggota Dewan Riset Nasional, Dirjen
Binapenta Departemen Tenaga Kerja RI, Sekretaris Umum Majelis Ulama
Indonesia (MUI) hingga tugas lain yang tak kalah penting seperti
Sekretaris Dewan Penasihat Ikatan Cendekiawan Muslim Iindonesia, ICMI.
Sebagai cendekiawan muslim yang cukup konsen mendorong proses
demokratisasi, Din Syamsuddin merasa berkepentingan untuk turut mengawal
arah perkembangan dan kemajuan proses demokrasi di negara yang memiliki
pemeluk Islam terbesar di dunia ini. Ikhtiar mulia ini, tercermin dalam
sebuah statemennya: Kemenangan politik Islam di Indonesia tidak hanya
ditandai oleh perolehan suara partai-partai Islam dan penguasaan posisi
politik kenegaraan. Tapi pada sejauh mana nilai-nilai Islam seperti
keadilan, kebenaran dan persamaan dapat menjadi bagian dari watak
bangsa. Ini yang harus terus diperjuangkan bersama seluruh komponen
bangsa.
Sementara di kancah internasional, Guru Besar Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini telah menorehkan kiprah yang tak
sedikit dalam usahanya merajut relasi konstruktif dan menyuarakan
urgensi hubungan damai antar pemeluk agama melalui berbagai forum yang
domotorinya seperti World Peace Forum/ WPF, Asian Committee on Religions
for Peace/ ACRP, Tokyo. World Conference on Religions for Peace/ WCRP,
New York. World Council of World Islamic Call Society, Tripoli. World
Islamic People’s Leadership, Tripoli. Strategic Alliance Russia based
Islamic World. UK-Indonesia Islamic advisory Group.
0 komentar:
Posting Komentar